Belakangan, ia sangat baik padaku. Ia terus mengirimkan kabar tanpa diminta, menceritakan segala sesuatu yang ia rasakan, dan aku cukup merasa dianggap.
Namun aku masih merasa tidak nyaman. Terkadang tiba tiba ia diam dan menghilang lagi. Seperti biasanya, namun sekarang lebih sering memberi kabar. Ia terus membuatku tidak merasa aman dan merasa marah.
Aku tidak ingin merasa sedih atau marah, karena aku memang tak ingin berharap apa apa. Namun setiap kali ia menghilang, aku selalu kesal, merasa sombong karena merasa diri ini pantas diperlakukan lebih baik. Pantas mendapatkan perlakuan lebih daripada yang sekarang kudapatkan.
Aku melampiaskannya pada aktivitas fisik. Awalnya, berat sekali badan ini rasanya. Namun aku tak memiliki pilihan lain selain memulai. Aku mulai merapikan kamarku dan rumahku. Aku mulai berolahraga dan berencana untuk mencuci tumpukan pakaianku yang lama terbengkalai. Aku memang seringkali melampiaskan amarahku dengan aktivitas fisik. Selain menjadi lebih rapi, aku juga jadi lebih bugar. Walaupun aku tak tahu jika dilakukan dengan marah dan sesekali berteriak, apakah juga akan bereaksi baik pada tubuhku.
Selain karena marah, aku juga tidak ingin kalah. Memang terdengar konyol jika aku pergi liburan, upload foto dengan baju cantik, berolahraga, dan menghabiskan banyak uangku karena aku tidak ingin kalah dari orang lain. Namun nyatanya hal hal itu membuatku merasa lebih baik. Walau membuatku sedikit berantakan, namun aku tetap merasa senang dan bangga dengan diri sendiri. Walau sebenarnya motivasinya karena ‘tidak ingin kalah’.
Ternyata, marah tidak selamanya buruk, selama energi marahku kulampiaskan dengan benar.